Kinerja Kontekstual
Penulis :
Agus Sulistiawan
Magister Psikologi
1. Pengertian
Kinerja adalah kemampuan kerja atau sesuatu yang yang dicapai atau prestasi yang diperlhatkan. Kinerja merupakan realitas obyektif yang dapat diketahui dan dapat diobservasi. Penilaian kinerja sebaiknya didasarkan pada model kompetensi yang berfokus pada keahlian yang dibutuhkan oleh karyawan baik di masa kini maupun masa mendatang. Kinerja karyawan yang dinilai juga harus meliputi kinerja tugas (task performance) dan kinerja di luar tugas (non task performance atau contextual performance) (Motowidlo et al., 1997; Motowidlo & Van Scooter, 1994).
Kinerja kontekstual membuat kontribusi yang signifikan dan bernilai dalam organisasi serta berlawanan dengan kinerja tugas yang khusus untuk pekerjaan tertentu, kinerja kontekstual lebih umum dan dapat menyelesaikan banyak pekerjaan (Borman & Motowidlo, 1997). Banyak pekerjaan yang dilakukan pada kerangka kerja dari konseptual organisasi (Borman & Motowidlo, 1993; Motowidlo & Van Scotter, 1994).
Tipe Kinerja
Secara khusus, para peneliti membedakan antara dua tipe kinerja,
1). Kinerja Konseptual, mereka mendifinisikan sebagai bentuk efektivitas kerja perusahaan yang memberikan kontribusi terhadap organisasi secara langsung dengan menerapkan bagian dari proses teknis atau secara tidak langsung dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan. Sebagai contoh, untuk posisi manajer penjualan, kegiatan kinerja konseptual akan mencakup melacak persediaan, penjadwalan karyawan, dan membantu dan membantu pelanggan (Borman & Motowidlo, 1997).
2). Kinerja Kontekstual, Borman dan Motowidlo (1993) telah mengidentifikasi lima kategori tertentu dari kontekstual kinerja;
(1) Rela untuk melaksanakan kegiatan tugas yang tidak resmi bagian dari pekerjaan,
(2) Bertahan dengan ekstra dan antusias untuk menyelesaikan tugas sendiri hingga selesai,
(3) Membantu dan bekerja sama dengan orang lain,
(4) Mengikuti peraturan dan prosedur organisasi, bahkan ketika secara pribadi tidak nyaman, (5) Mendukung serta mempertahankan tujuan-tujuan organisasi.
Kinerja kontekstual didefinisikan sebagai suatu keterampilan interpersonal dan motivasi untuk berinteraksi dengan yang lainnya dengan cara mengangkat hubungan kerja yang baik dan membantu mereka (karyawan) melakukan tugas secara efektif menurut Van Scotter & Motowidlo dalam Agustina et al., (2003). Pegawai yang kinerja kontekstualnya lebih tinggi menyatakan bahwa mereka merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka dan lebih berkomitmen terhadap organisasinya.
2. Elemen Kinerja Kontekstual
Menurut Greenwood dalam Tutar et al., (2011) mendefinisikan beberapa elemen dari kinerja kontekstual seperti
1). Membuat suatu implementasi pekerjaan yang lebih,
2). Mendefinisikan jenis pekerjaan,
3). Berbuat sesuatu atas nama perusahaan,
4). Berperilaku atau berkoordinasi secara sukarela terhadap sesama pekerja,
5). Saling menolong, patuh pada peraturan perusahaan,
6). Memiliki komitmen dan
7). Berperilaku serta bekerja seiring dengan pencapaian tujuan perusahaan dan mendukungnya.
Selain itu terdapat enam dimensi pekerjaan yang mengandung Elemen Kinerja Kontekstual menurut Borman, W. C., & Motowidlo, S. J. (1993) yaitu :
1) Komitmen organisasi
Bekerja secara efektif dalam kerangka kerja kebijakan organisasi, prosedur, aturan pasir sebagainya; melakukan pesanan dan arahan; mendukung kebijakan yang wajar dari otoritas yang lebih tinggi.
2) Mewakili organisasi kepada pelanggan dan publik
Mewakili organisasi kepada mereka yang tidak ada dalam organisasi; mempertahankan organisasi yang baik citra kepada pelanggan, publik, pemegang saham, pemerintah, dan sebagainya; berurusan dengan masalah pelanggan / klien.
3) Menjaga hubungan kerja yang baik
mengembangkan dan mempertahankan kelancaran dan hubungan kerja yang efektif dengan atasan, rekan kerja dan bawahan; menampilkan perhatian pribadi untuk bawahan, mendukung dan mendukung bawahan agar sesuai, mendorong dan membina kerja sama antar bawahan.
4) Bertahan untuk mencapai tujuan
Bertahan dengan upaya ekstra untuk mencapai tujuan, mengatasi hambatan untuk menyelesaikan pekerjaan.
5) Pelatihan, pembinaan, dan pengembangan
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan staf dan mengembangkan program dan materi pelatihan yang responsif, atau memastikan hal itu program / materi dikembangkan; pelatihan, pengajaran, dan pembinaan bawahan; membantu bawahan dalam meningkatkan keterampilan kerja mereka.
6) Berkomunikasi secara efektif dan memberi tahu orang lain
Berkomunikasi secara lisan dan dalam bentuk tertulis; memberi tahu bawahan, atasan, dan lainnya; memperoleh dan kemudian menyampaikan informasi kepada mereka yang seharusnya tahu.
3. Dimensi Kinerja Kontekstual
Terdapat lima dimensi dalam kinerja kontekstual menurut Borman dan Motowidlo (1997) yaitu :
a. Bertahan dengan antusias dan berupaya ekstra untuk menyelesaikan tugas sampai berhasil
b. Bersedia melakukan pekerjaan atau tugas di luar pekerjaan sekalipun tidak formal.
c. Bersedia membantu dan bekerja sama dengan orang lain guna mencapai tujuan organisasi.
d. Bersedia mematuhi peraturan dan prosedur dalam organisasi
e. Bersedia mendukung dan membela organisasi agar mencapai tujuan.
4. Taksonomi Kinerja Kontekstual
Taksonomi kinerja kontekstual milik Borman & Motowidlo (1997), yang menyebutkan sebagai dimensi kinerja kontekstual. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa taksonomi kinerja kontekstual ada lima dimensi, yaitu:
a. Bertahan dengan antusias dan berupaya ekstra sebagai upaya untuk menyelesaikan tugas dengan sukses, memiliki ketekunan dan berkerja dengan sesuai, dan memberikan upaya yang ekstra dalam pekerjaan.
b. Bersedia melakukan pekerjaan atau tugas diluar pekerjaan sekalipun tidak formal, dengan suka rela melakukan tugas yang bukan menjadi pekerjaannya, memiliki inisiatif dan memberikan saran yang konstruktis serta mengembangakan diri guna kepentingan organisasi.
c. Bersedia membantu dan bekerja sama dengan rekan kerja guna mencapai tujuan organisasi, memiliki sikap suportif dan alturisme.
d. Bersedia mematuhi peraturan dan prosedur dalam organisasi, mengikuti regulasi yang berlaku dan perintah organisasi, respect pada atasan, patuh pada value dan kebijakan organisasi.
e. Endorshing, supporting dan defending pada tujuan organisasi sehingga memiliki karater yang loyal pada organisasi, memiliki keperdulian pada organisasi, tetap bersama dengan organisasi saat keadaan sulit dan menunjukkan citra positif pada orang luar tentang organisasi serta melindungi organisasi
Sedangkan dalam buku The Blackwell Handbook of Personnel Selection tahun 200,5 taksonomi ini sudah direvisi menjadi tiga yaitu :
1). Personal Support
a. Helping
Membantu orang lain dengan menawarkan saran, mengajarkan mereka pengetahuan atau keterampilan yang berguna, secara langsung melakukan beberapa tugas mereka, dan memberikan dukungan emosional untuk masalah pribadi mereka
b. Cooperating
Bekerja sama dengan orang lain dengan menerima saran mereka, mengikuti pimpinan mereka, dan menempatkan tujuan tim di atas kepentingan pribadi; memberi tahu orang lain tentang peristiwa atau persyaratan yang kemungkinan akan memengaruhi mereka
c. Motivating
Memotivasi orang lain dengan memuji prestasi dan kesuksesan mereka, menyemangati mereka di saat kesulitan, menunjukkan kepercayaan pada kemampuan mereka untuk sukses, dan membantu mereka mengatasi kemunduran.
2). Organizational Support
a. Representating
Mewakili organisasi dengan baik kepada orang lain dengan mempertahankannya ketika orang lain mengkritiknya, mempromosikan pencapaian dan atribut positifnya, dan mengekspresikan kepuasannya diri sendiri terhadap organisasi tersebut
b. Loyalty
Menunjukkan kesetiaan dengan tetap bersama organisasi meskipun mengalami kesulitan sementara, mentolerir kesulitan sesekali dan kesulitan dengan riang dan tanpa mengeluh, dan secara terbuka mendukung dan mendukung misi dan tujuan organisasi
c. Compliance
Mematuhi aturan dan prosedur organisasi, mendorong orang lain untuk mematuhi aturan dan prosedur organisasi, dan menyarankan perbaikan prosedural, administrasi, atau organisasi.
3). Conscientious Initiative
a. Persistence
Bertahan dengan upaya ekstra untuk menyelesaikan tugas pekerjaan dengan sukses terlepas dari kondisi dan kemunduran yang sulit, mencapai tujuan yang lebih sulit dan menantang daripada yang biasa saja, menyelesaikan pekerjaan tepat waktu di luar tenggat waktu yang luar biasa singkat, dan tampil pada tingkat keunggulan yang jauh di atas ekspektasi normal.
b. Initiative
Mengambil inisiatif untuk melakukan semua yang diperlukan untuk mencapai tujuan tim atau organisasi bahkan jika biasanya tidak menjadi bagian dari tugas sendiri mengoreksi kondisi non-standar setiap kali ditemui, dan menemukan pekerjaan tambahan untuk dilakukan ketika tugas sendiri selesai.
c. Self development
Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri dengan mengambil kursus sendiri, menawarkan diri untuk pelatihan dan peluang pengembangan yang ditawarkan dalam organisasi, dan mencoba mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru di tempat kerja dari orang lain atau melalui pekerjaan tugas baru.
5. Konstruksi Kinerja Kontekstual
Konstruksi kinerja kontekstual melibatkan perilaku yang menyinggung deskripsi pekerjaan karyawan (Van Scotter & Motowidlo, 1996) dan terdiri dari dua jenis perilaku, yaitu,
a. Interpersonal Facilitation Behaviours
Jenis perilaku pertama adalah fasilitasi antarpribadi dan mencakup perilaku yang terhubung dengan orientasi interpersonal seorang karyawan dan berkontribusi pada organisasi pencapaian tujuan. Tindakan perilaku semacam itu membantu mempertahankan sosial dan antar-pribadi lingkungan yang diperlukan untuk kinerja tugas yang efektif dalam suatu organisasi. Tindakan semacam itu biasanya terkait dengan peningkatan moral karyawan, mendorong kerja sama dan membantu rekan kerja dengan tugas-tugas mereka. Selain itu kami percaya bahwa perilaku interpersonal tersebut tindakan akan mengarah pada kepuasan kerja karyawan. Teori pertukaran sosial mengemukakan hipotesis bahwa orang yang menemukan keseimbangan antara apa yang mereka berikan dan terima dari pertukaran sosial dan dengan demikian maka seorang karyawan akan puas dengan pekerjaannya, mereka akan “memberi kembali” dalam mendukung rekan kerja dengan tugas, mendorong orang lain untuk mengatasi kesulitan, memuji rekan kerja dan menawarkan diri untuk membantu.
b. Job Dedication Behaviours
Jenis perilaku kedua adalah dedikasi kerja. Jenis-jenis perilaku seperti itu secara efektif berputar sekitar disiplin diri individu. Van Scotter dan Motowidlo (1996) menjelaskan dedikasi pekerjaan adalah fondasi inspirasional dari kinerja pekerjaan. Perilaku tersebut mendorong karyawan untuk bertindak dengan cara yang mempromosikan kepentingan terbaik organisasi. Ketika seorang karyawan puas dengan pekerjaan mereka, mereka akan cenderung bekerja lebih keras dari yang dibutuhkan, memberi tambahan shift atau lebih banyak jam, disiplin latihan dan kontrol diri dan mengatasi masalah dengan lebih antusias serta mengikuti aturan dan prosedur dan mempertahankan tujuan organisasi.
Perbedaan antara Interpersonal Facilitation Behaviours dan Job Dedication Behaviours secara kolektif dipandang sebagai kinerja kontekstual, ada perbedaan dalam aspek yang kepada siapa perilaku ini menjadi sasaran. Jonhson (2001) menyatakan bahwa perilaku fasilitasi interpersonal adalah perilaku yang sebagian besar terkait dan diarahkan kepada orang lain dalam suatu organisasi. Di sisi lain, perilaku dedikasi kerja diarahkan pada organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, kami memiliki perbedaan dalam cara kedua perilaku ini diperlihatkan, yang sekali lagi, dapat dikaitkan dengan LePine dkk (2000) yang menyatakan bahwa perilaku ini adalah murni hasil dari perbedaan individu dalam kepribadian karyawan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kontruksi kinerja kontektual menurut Van Scotter & Motowidlo (1996) terdiri dari dua jenis perilaku, yaitu, Interpersonal Facilitation Behaviours dan Job Dedication Behaviours
Semoga apa yang saya tulis ini bisa menjadi bahan tambahan referensi dan bermakna bagi teman-teman akademik, dan semoga bisa menjadi manfaat bagi dunia industri dan Organisasi
Reference :
Johnson, J. W. (2001). The relative importance of task and contextual performance dimensions to supervisor judgements of overall performance. Journal of Applied Psychology, 86(5), 984-996
LePine, J.A., Hanson, M.A., Borman, W.C., & Motowidlo, S.J. (2000). Contextual performance and teamwork: Implications for staffing. Research in Personnel and Human Resources Management, 19, 53-90.
Motowidlo, S. J., Van Scotter, J. R. (1994). Evidence that task performance should be distinguished from contextual performance. Journal of Applied Psychology, 75, 640-647
Motowidlo, S. J., Borman, W. C., Schmit, M. J.
(1997). A theory of individual differences in task and contextual performance. Human
Performance, 10 (2), 71-83
Van Scotter, J.R, & Motowidlo, S.J. (1996).
Interpersonal facilitation and job dedication as separate facets of contextual
performance. Journal of Applied Psychology, 81(5), 525-531
Borman, W.C & Motowidlo, S.J (1993). Expanding the criterion domain to include element of contextual performance. In N Schmitt, & W. Borman (Eds). Personnel selection in organizations (pp.71-98) New York : Jossey –Bass
Tutar, H et all. (2011) The Effects of Employee Empowerment on Achievement Motivation and the Contextual Performance of Employees. African Journal of Business Management Vol. 5(15), pp. 6318-6329
Arne Evers, Neil Anderson, Olga Smit-Voskuijil. 2005. The Blackwell Handbook of Personnel Selection. UK : Blackwell Publishing Ltd, hal 376-396
Tidak ada komentar:
Posting Komentar